Senin, 20 Desember 2010

Manfaat dan Hambatan Pajak

Tidak terasa negara kita telah merayakan dirgahayu-nya yang ke-65. Usia yang tidak bisa dibilang muda lagi. Ironisnya disaat akan menginjak usia yang ke-65, masih banyak persoalan yang dihadapi negara kita, Republik Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi yang relatif kurang cepat, kemiskinan yang merajalela, derajat kesehatan yang rendah, penambahan angkatan kerja yang pesat di setiap tahunnya, serta masalah perpajakan merupakan sederet persoalan yang dihadapi negara ini. Hal ini menyebabkan Indonesia dicap sebagai negara berkembang. Selain itu, tingginya tingkat penyelewengan tanggung jawab atau korupsi yang dilakukan oknum aparatur negara bisa dikatakan sebagai penyakit bangsa ini yang sangat sulit disembuhkan hingga saat ini.
Pada intinya peran pemerintah sangat besar dalam menjalankan pemerintahan negara dan menjalankan perikehidupan masyarakatnya, namun untuk menjalankan peran tersebut pemerintah memerlukan dana atau modal yang tidak sedikit. Untuk memenuhi kebutuhan modal dalam melaksanakan perannya, pemerintah memiliki beberapa sumber pendapatan diantaranya : pajak, retribusi, keuntungan dari perusahaan negara, denda, sumbangan, percetakan uang kertas, sumbangan atas jasa yang diberikan, hadiah, dan pinjaman dalam negeri maupun luar negeri.
Diantara sumber penerimaan pemerintah, pajak merupakan sumber pokok penerimaan pemerintah atau bisa pula dikatakan pajak adalah urat nadi kehidupan bangsa. Sekitar 70% dari penerimaan pemerintah di dalam negeri berasal dari pajak. Sehingga apabila terjadi masalah dalam perpajakan tentunya akan berdampak pada kehidupan pemerintahan negara maupun masyarakat.
Istilah pajak sendiri berasal dari bahasa Jawa, yaitu ajeg, yang berarti pungutan teratur pada waktu tertentu. Definisi pajak yang lainnya menurut Prof. Dr. Rochmat Sumitro, S.H. pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Rochmat Sumitro dalam Tony Marsyahrul). Pajak merupakan iuran kas negara yang dipungut berdasarkan undang-undang, oleh sebab itu pemungutan pajak dapat dilakukan secara paksa. Artinya apabila utang pajak tersebut tidak dibayar, pajak dapat ditagih dengan kekerasan seperti surat paksa, sita, lelang, dan sandera (Marsyahrul, 2005: 2).
Dalam pemungutan pajak terdapat asas-asas tertentu yang mengakibatkan negara memiliki hak untuk menarik pajak dari penduduknya, yang pada hakikatnya memungut dengan paksa sebagian dari harta yang dimiliki penduduknya (Devano dan Rahayu 2006: 38). Asas-asas tersebut antara lain:
1. Asas Domosili, yaitu asas yang menganut cara pemungutan pajak yang bergantung pada tempat tinggal wajib pajak.
2. Asas Sumber, yaitu cara pemungutan pajak yang bergantung pada sumber di mana objek pajak diperoleh.
3. Asas Nasional, yaitu asas yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu negara.
Menurut Tony Marsyahrul (2005: 5), secara umum perpajakan di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat (Dirjen Pajak) dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai APBN. Contohnya pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan bea materai. Sedangkan pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota yang hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan daerah (APBD).
Pajak yang dibayar wajib pajak merupakan sumber pendapatan pemerintah untuk membiayai APBN maupun APBD, karenanya Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam melanjutkan pembangunan guna mensejahterakan masyarakat (fungsi budgeter). Tanpa adanya pajak, pemerintah tentunya akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatannya. Pembangunan sarana umum, seperti jalan raya, jembatan, sekolah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas lainya yang dapat dinikmati oleh masyarakat semuanya berasal dari uang pajak. Sehingga, peran pajak sangatlah dominan dalam menunjang pembangunan.
Pajak juga berfungsi mengatur (fungsi Regulerend), artinya pajak merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini pemerintah ikut andil dalam hal mengatur, mengubah susunan pandapatan dan kekayaan dalam sektor swasta.
Selain kedua fungsi di atas, pajak juga bermanfaat sabagai alat redistribusi pendapatan. Diterapkannya pengenaan pajak dengan tarif progesif dimaksudkan untuk mengenakan tarif pajak yang lebih tinggi pada golongan masyarakat yang lebih mampu, sehingga pajak akan berdampak pada terjadinya pemerataan pendapatan dari masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi kepada masyarakat yang memiliki kemampuan ekomoni rendah. Dalam implementasinya, pemerintah akan mengambil sebagian harta masyarakat yang berkemampuan ekonomi tinggi dan menyalurkannya kepada masyarakat miskin yang tersebar di seluruh wilayah nusantara melalui pembangunan berbagai fasilitas umum maupun pemberian subsidi. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran yang tinggi dari para wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, sehingga permasalahan bangsa seperti kesenjangan ekonomi dan sosial dapat segera teratasi.
Berbeda dengan retribusi yang jasanya dapat langsung dirasakan, timbal balik jasa dari pajak tidak dapat langsung ditunjukkan. Hal inilah yang disinyalir sebagai penyebab terjadinya berbagai hambatan dalam pemungutan pajak.
Selain itu, penyebab hambatan lain dalam pemungutan pajak adalah paradigma yang selama ini dianut oleh sebagian besar masyarakat. Selama ini masyarakat berpandangan bahwa penghasilan yang diperoleh harus diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada saat telah memenuhi kententuan perpajakan, kemudian diwajibkan untuk membayar pajak, maka timbul konflik antara kepentingan pribadi dengan kepentingan negara. Umumnya kepentingan pribadi yang selalu menang. Karenanya, pemerintah dalam hal ini harus melakukan sosialisasi yang bersifat kontinuitas mengenai manfaat pajak, sehingga terjadi pergeseran terhadap paradigma yang selama ini dianut sebagian besar masyarakat.
Usaha yang dilakukan masyarakat untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha yang disebut perlawanan terhadap pajak. Perlawanan ini terbagi manjadi dua, yaitu:
1. Perlawanan Pasif, yaitu perlawanan dengan cara mempersulit pemungutan pajak yang timbul dari kondisi struktur perekonomian, kondisi sosial masyarakat, perkembangan intelektual penduduk, moral, dan sistem pemungutan pajak itu sendiri.
2. Perlawanan Aktif, yaitu perlawanan dengan cara menghindar dari pajak, penggelakan atau penyelundupan pajak, dan melalaikan pajak.
Pemerintah khususnya Dirjen Pajak terus berupaya menyadarkan masyarakat akan pentingnya pajak bagi masyarakat itu sendiri. Upaya ini dilakukan melalui promosi iklan diberbagai media cetak maupun elektronik. Namun langkah yang dilakukan Dirjen Pajak ini kembali mendapat kendala dengan terungkapnya kasus korupsi terhadap uang pajak yang dilakukan oknum dalam tubuh Dirjen Pajak. Hal ini tentunya merupakan tamparan keras ditengah gencarnya sosialisasi masalah maupun manfaat pajak.
Dirjen Pajak memerlukan strategi yang lebih baik dalam menyikapi masalah perpajakan yang terjadi di Tanah Air. Menurut Prof. Dr. Warsito Utomo (2005: 215) untuk memperoleh sebuah strategi yang baik dan tepat, diperlukan pendalaman dan pengungkapan isu-isu strategik sebagai dasar pembuatan strategi yang dihasilkan dari analisa baik yang muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Dirjen pajak perlu membentuk suatu team work guna mencari isu-isu strategik yang berkembang dan melakukan evaluasi terhadap isu tersebut (faktor ekternal). Selain itu, diperlukan juga sebuah inovasi dalam palayanan, seperti kemudahan dan kenyamanan dalam mengurus pajak, sehingga masyarakat lebih tertarik untuk melaksanakan kewajiban pajak.
Jika dilihat dari sisi internal yang perlu dilakukan adalah reformasi dalam tubuh Dirjen Pajak. Pimpinan dalam lembaga ini harus berani bertindak tegas terhadap anggota yang melakukan penyimpangan, sebab uang pajak merupakan amanat dari rakyat yang tidak boleh disepelekan. Apabila langkah ini telah dilakukan, maka kepercayaan masyarakat pun meningkat, kemudian masyarakat akan merasa lebih tenang untuk menyisihkan sebagian hartanya kapada negara dalam bentuk membayar pajak.








Daftar Pustaka
Devano, Sony. dan S. Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Jakarta:
Kencana.
Marsyahrul, Tony. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Grasindo.
Utomo, Warsito. 2005. Adminisrtasi Publik Baru Indonasia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumber dari internet:
www.google.com
http://www.masalahpajak.blogspot.com/2007/11/jenis-pajak-dan-manfaatnya.html
http://www.laporpajak.com/laporpajak/berita.htm